Pengikut

Luka




Kita banyak menyimpan luka. Benarkah?
Mungkin benar, tapi kita juga banyak menyimpan tawa bukan?

Luka dan tawa, tidak dihadirkan diwaktu yang bersamaan tapi mereka adalah pasangan yang tak bisa dipisahkan. Yang satu menyakiti dan satunya sebagai obat yang menyembuhkan.

Tak ada manusia yang hanya merasakan luka sepanjang hidupnya dan tak ada pula yang hanya merasakan tawa dalam hidupnya.

Tentunya yang luka akan berganti tawa, dan setelah tawa barangkali ada luka yang sedang menanti. Tapi tanpa adanya luka, mungkin tawa tak begitu mengembang.

Luka, hadir bukan untuk dirasakan tapi untuk dinikmati. Hadirnya luka akan mengajarkan kita bahwa kita memerlukan tawa sebagai obat. Sementara hadirnya tawa mengajarkan kita bahwa kita perlu terluka agar dapat memahami orang lain.

Tapi tak ada yang menanti luka meski ia sebenarnya mendewasakan, sementara semua orang selalu menanti tawa meski terkadang ia melalaikan. Luka dan tawa memang harus selalu hadir dengan seimbang. Untuk menghadirkan warna yang beragam dalam kehidupan yang sementara.

Layaknya pelangi, ia takkan indah jika hanya memiliki satu warna. Tapi ia begitu mempesona ketika tampil dengan warna warninya yang beragam.


Nb: Tulisan diatas merupakan tulisan yang pernah diikutsertakan dalam sebuah challenge menulis




kikichem
Hello! Call me Kiki

Related Posts

Posting Komentar